Minggu, 01 Mei 2011

PERANG BADAR KUBRO

(Ramadhan, 3 Hijriah)
Sebab-sebab Peperangan
                Rasulullah memerintahkan Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid menuju ke arah utara Madinah untuk melaksanakan pengintaian. Setelah mereka tiba di sebuah tempat di Haura’ dan menetap beberapa lama di sana, akhirnya mereka mendapatkan informasi akurat bahwa Kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa hasil dagangan sangat banyak sedang dalam perjalanan pulang dari negeri Syam menuju Mekkah. Mereka segera kembali ke Madinah dan menginformasikan berita tersebut ke Rasulullah.
                Bagi Rasulullah, hal ini merupakan kesempatan emas untuk memberi pelajaran kepada kaum Quraisy, baik secara militer, politik maupun ekonomi.
                Beliau segera mengumumkan kepada para sahabat, bagi siapa yang bersedia, hendaknya bersiap-siap siap menghadang kafilah dagang Quraisy. Rasulullah tidak mewajibkan hal tersebut dan menyerahkan keputusannya kepada para sahabat. Karena itu, tidak semua sahabat saat itu menyambut seruan beliau, mereka mengira hal tersebut sama seperit pengiriman pasukan sebelumnya yang hanya memerlukan kekuatan kecil dan tidak mengira akan terjadi peperangan besar.
                Akhirnya sahabat yang menyatkan kesediaanya berjumlah 314 orang saja. Itupun mereka tidak mempersiapkannya secara maksimal sebagaimana halnya menghadapi sebuah peperangan. Pasukan penunggang kuda hanya 2 orang saja, sedang onta yang tersedia berjumlah 70, dinaiki secara bergantian oleh 2 atau 3 orang. Kemudian berangkatlah mereka menuju Badar.
                Sementara itu, Abu Sufyan dengan kecerdikannya yang mengepalai kafilah dagangannya sudah memperkirakan akan terjadinya sesuatu, karena itu, kehati-hatiannya selalu dijaga. Setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya dia dapat memastikan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya akan menyergapnya. Seketika itu juga, dia sewa Dhomdhom bin Amr al-Ghifari untuk segera ke Mekkah meminta bantuan.
                Setibanya di Mekkah, Dhomdhom berteriak dengan keras meminta kaum Quraisy untuk membela Abu Sufyan yang teramcam serangan Rasulullah dan para sahabatnya.
Persiapan Pasukan Musyrikin.
                Penduduk Mekkah segera bersiap-siap mengirim pasukannya untuk menyelamatka kafilah dagang Abu Sufyan. Akhirnya terkumpul tentara dengan persenjataan lengkap berjumlah 1300 orang, 100 kuda, 600 baju besi dan sekian banyak onta yang tidak diketahui pasti jumlahnya. Panglima perang dipegang oleh Abu Jahal bin Hisyam.
                Lalu berangkatlah mereka menuju kota Madinah. Namun di tengah perjalanan, mereka kembali menerima surat dari Abu Sufyan, bahwa kafilahnya berhasil menghindar dari sergapan Rasulullah, karenanya dia meminta mereka kembali ke Mekkah.
                Dengan kesombongannya, Abu Jahal menolak kembali ke Mekkah. Dia justru bersikeras membawa pasukannya ke Badar. Namun sebagian pasukannya yang berjumlah 300 orang ada yang kembali ke Mekkah dan tidak ikut dalam peperangan Badr. Kini kafir Quraisy tinggal 1000 orang.
Tentara Kaum Muslimin dalam Kebimbangan.
                Setelah mengetahui kedatangan pasukan kafir Quraisy, dan mereka semakin dekat ke Badr, sementara kafilah  Abu Sufyan telah menghindar semakian jauh tak terkejar, tentara kaum muslimin berada dalam kebimbangan. Akankah mereka harus menghadapi pasukan Abu Jahal yang jumlahnya jauh lebih besar dengan persenjataan lengkap, sementara mereka berjumlah sedikit dengan persenjataan apa adanya?
Majelis Musyawarah dan Hasil Keputusan.
                Menghadapi kondisi kritis tersebut, Rasulullah mengajak para sahabatnya bermusyawarah. Sebagian pasukan ada yang khawatir menghadapi pertempuran sebagaimana Alloh SWT kisahkan dalam QS. Al-Anfal ayat 5-6 :



                Setelah bermusyawarah, akhirnya mereka sepakat menghadapi pasukan kafir Quraisy dan siap menanggung berbagai kemungkinan yang terjadi. Maka merekapun akhirnya melanjutkan perjalanannya untuk menghadapi pasukan musyrikin.
Kecerdikan Rasulullah Menggali Informasi
                Rasulullah tetap berupaya mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pasukan musuh, bahkan tampak dari sana bagaimana kecerdikan Rasulullah menggali informasi dengan tetap menjaga rahasia dirinya.
                Tidak jauh di sekitar markas pasukan kaum muslimin, Rasulullah dan Abu Bakar ash-Shiddiq bertemu dengan seorang tua dari suku arab. Rasulullah bertanya kepadanya tentang berita dua pasukan, Quraish dan pasukan Muhammad.
                Orang tua tersebut balik berkata:
“Saya tidak akan kabarkan sebelum kalian khabarkan siapa kalian?”
“Jika kamu kabarkan kepada kami, kami akan kabarkan kepadamu (siapa kami)” Jawab Rasulullah.
“Oh, jadi tukar berita?”
“Ya”
                Orang tua itu mulai mengabarkan bahwa semua informasi yang dia dengar benar, pasukan Muhammad sudah berada di tempat ini, sedang  pasukan Quraisy sekarang sudah berada di tempat ini dan ini.
                Setelah selesai mengabarkan hal tersebut,tak lupa orang tua tersebut bertanya kepada Rasulullah : “Dari mana kalian?” Sambil tergesa-gesa, Rasulullah menjawab : “Daru Ma’ (air)”
(Yang Rasulullah maksudkn air disini adalah air mani. Artinya bahwa Rasulullah dan juga semua manusia memang berasal dari setetes mani.)
Orang tu itu termagu-magu sambil bertanya-tanya, “(Suku) Ma’ yang mana? Ma’ yang di Irak?”
(Orang tua tersebut barangkali beranggapan Ma’ di sini adalah nama sebuah suku yang dikenal pada waktu itu. Ucapan tadi dikenal dengan istilah Tauriyah).
Di lain waktu, pasukan kaum muslimin berhasil menagkap dua orang bocah yang sedang mengambil air untuk memberi minum pasukan Mekkah.
                Terjadilah dialog antara Rasulullah dengan kedua anak tersebut,
                “Ada berapa jumlah mereka?”
                “Banyak”, jawab mereka.
                “Berapa persisnya?”
                “Kami tidak tahu”
                “Berapa onta yang disembelih setiap hari?”
                “Kadang sembilan, kadang sepuluh”
                “Kalau begitu jumlah mereka antara 900 hingga 1000 pasukan”
                (Dengar perkiraan setiap onta cukup untuk 100 orang)

Kaum Muslimin terlebih dahulu menempati lokasi strategis
                Pasukan kaum muslimin terus bergerak menuju Badar agar tiba lebih dahulu dan dapat menguasai sumber-sumber air di Badr. Maka di waktu isya, mereka di sumber air terdekat dan berhenti di sana.
                Khabab bin Mundzir sebagai ahli strategi militer bertanya kepada Rasulullah;
                “Ya Rasulullah, bagaimana menurutmu tempat ini, apakah ini merupakan ketetapan Alloh,
sehingga kita tidak dapat maju atau mundur darinya atau ini Cuma pendapatmu dan siasat
perang?”
“Tidak, ini Cuma pendapat saya dan siasat perang”, jawab Rasulullah.
“Kalau begituya Rasulullah, ini bukan tempat yang cocok. Bangunkan pasukan untuk menuju mata air yang lebih dekat lagi dengan pasukan musuh, lalu kita bermarkas di sana dan kita rusak mata airnya, lalu kita buat kolam dan kita penuhkan dengan air, sehingga bisa minum sedang mereka tidak”.
“Engkau telah memberikan pendapat (yang bagus)” puji Rasulullah.
                Akhirnya Rasulullah dan pasukannya bangkit dan melakukan apa yang diusulkan Khabab bin Mundzir.
                Setelah dibuatkan panggung untuk tempat Rasulullah yang berfungsi sebagai pusat komando dan antisipasi jika terdesak, lalu dipilih seorang pemuda bernama Sa’ad bin Mu’adz sebagai pemimpin pasukan pengawal Rasulullah di pusat komando tersebut.
                Pada malam harinya Rasulullah memberikan arahan-arahan kepada pasukan. Kemudian beliau melalui malamnua dengan shalat di sebuah pangkal pohon sementara kaum muslimin dapat tidur dengan tenang, penuh rasa percaya diri untuk menghadapi pertempura keesokan harinya.